Sebelum kepergiannya, Rasulullah telah meninggalkan begitu banyak suri
tauladan yang baik yang dapat kita jadikan pedoman hidup agar dapat
menjadi seorang muslim yang kaffah dan seutuhnya. Salah satunya adalah
ketujuh pesan beliau kepada salah seorang sahabat, Abu Dzar Al-Ghifari.
Ketujuh wasiat tersebut adalah:
1. Mencintai orang miskin
Beliau memerintahkan kita seluruh umat Islam agar senantiasa untuk
mencintai orang miskin. Orang-orang miskin yang beliau maksudkan adalah
orang-orang yang hidupnya tidak berkecukupan dan tidak mempunyai harta
untuk mencukupi kehidupannya, dan mereka tidak mau meminta-minta untuk
mencukupi kebutuhan mereka.
Wasiat ini berlaku umum untuk seluruh umat Islam. Yang dimaksud dengan
mencintai adalah lebih kepada sikap dan perlakuan kita terhadap
orang-orang miskin. Kita dituntut untuk berlaku tawadhu, duduk bersama
mereka, menolong mereka, serta turut bersabar bersama mereka. Menolong
dan berbagi dengan mereka, adalah salah satu bukti paling nyata dan
kongkret dari rasa cinta kita terhadap orang miskin. Berbagi dan
menolong terhadap sesama tentu saja akan mendatangkan Ridha-Nya dan
kasih sayang-Nya, seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
“Barangsiapa menghilangkan kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah
akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan
barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang-orang yang dililit utang,
Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan di akhirat.”
Dalam suatu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan pada satu hari bahwa salah
seorang dari kaum Muhajirin yang miskin menceritakan kepada Rasulullah,
betapa beruntungnya mereka yang memiliki kekayaan harta, karena dapat
beribadah dan beramal lebih banyak melalui harta mereka. Mendengar hal
itu, Rasulullah pun bersabda: “Wahai orang-orang yang miskin, aku akan
memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin yang miskin
akan lebih dahulu masuk surga daripada orang mukmin yang kaya, dengan
tenggang waktu setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun. Bukankah
Allah berfirman: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu”.
Lalu, bagaimana bisa seorang yang miskin akan lebih dahulu masuk surga?
Padahal bisa dibilang orang yang memiliki hartalah yang lebih banyak
beramal dan bersedekah. Rasulullah pun menjawab, orang-orang yang
memiliki harta akan menyusul orang-orang miskin untuk memasuki surga,
karena mereka harus melalui proses pertanggungjawaban dan perhitungan
dari harta-harta yang mereka miliki dan mereka pakai selama mereka hidup
di dunia ini. Maka, sungguh begitu banyak ladang amal yang telah Allah
sediakan di muka bumi ini, salah satunya yaitu mengasihi dan menyayangi
orang-orang miskin.
2. Melihat pada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan
Jauh dari syukur, itulah sifat dasar dari manusia, oleh karena itu
Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk melihat kepada orang yang
lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan, agar kita senantiasa
berterimakasih dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah Allah
berikan kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Lihatlah kepada
orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di
atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan
nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu” (HR. Bukhari)
Namun, dalam hal beribadah justru sebaliknya, kita dianjurkan untuk
melihat kepada mereka yang berada di atas kita, mereka yang ibadah dan
akhlaknya lebih baik dari kita. Mengapa demikian? Hal ini akan
memotivasi kita dan membuat kita senantiasa untuk berlomba-lomba dalam
hal kebaikan dan meraih Ridha-Nya. Sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW: “Dan untuk yang demikian itu, hendaknya orang
berlomba-lomba” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 26)
3. Menyambung silaturahim
Silaturahim adalah ibadah yang mulia dan memberikan banyak berkah bagi
siapa pun yang melakukannya. Silaturahim merupakan fitrah dan kebutuhan
manusia. Silaturahim merupakan salah satu ibadah yang paling dianjurkan
dan diwajibkan dalam Islam. Seperti peringatan dan ancaman-Nya dalam
firman “Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka
itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka, dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47]:
22-23)
Maka, di zaman modern yang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi,
rasanya tidak ada lagi alasan untuk tidak menyambung silaturahim kepada
sesama saudara. Karena, menyambung tali silaturahim memiliki banyak
manfaat, rahmat dan kebaikan dari Allah senantiasa tercurah kepada
mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahim, silaturahim juga
merupakan sebab pentingnya seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api
neraka. Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda ketaatan dan amalan
yang mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya, Allah SWT.
4. Memperbanyak ucapan “La Haula Walaa Quwwata Illa Billah”
La haula walaa quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali
dari pertolongan Allah), sebuah kalimat yang mengingatkan kita bahwa
sudah semestinya sebagai hamba yang lemah kita senantiasa dan meyakini
bahwa segala sesuatu yang kita lakukan terjadi karena kehendak dan
kuasa-Nya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik yang besar
maupun kecil, semuanya terjadi karena kehendak-Nya, maka tidaklah
pantas kita sebagai manusia merasa sombong dan takabur. Kalimat ini juga
mengingatkan kita bahwa hanya Allah lah satu-satunya tempat kembali dan
meminta, tiada daya dan kekuatan yang dapat menandingi atau menyamai
kekuatan serta kehendak-Nya.
5. Berani berkata benar meskipun pahit
Berkata benar, terkadang memang terasa sulit, terlebih jika kebenaran
tersebut adalah kebenaran yang terasa pahit untuk diucapkan dan
disampaikan. Berbagai alasan pun melatarbelakangi hal ini, mulai dari
rasa sungkan, atau rasa segan karena yang sedang kita hadapi adalah
orang yang memiliki derajat atau kedudukan lebih tinggi. Hal ini, tentu
saja bertentangan dengan apa yang Rasulullah sabdakan: “Jihad yang
paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (benar) kepada penguasa
yang zhalim”.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menyampaikan kebenaran kepada
atasan, pemimpin atau penguasa yang bathil. Cara yang dilakukan secara
perlahan dan baik-baik tentu akan lebih “ampuh” dibandingkan dengan cara
kekerasan dan “kengototan” kita dalam menyampaikan kebenaran.
Penyampaian secara persuasif akan jauh lebih efektif, karena Islam
memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan nasihat.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasihati
penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia
pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau
mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu
enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah menjalankan kewajiban
amanah yang dibebankan kepadanya”.
6. Tidak takut celaan ketika berdakwah di jalan Allah
Berbagai cobaan dan siksaan yang menimpa Rasulullah ketika berdakwah
tentu tidak diragukan lagi kebenarannya. Cobaan dan siksaan yang begitu
perih dan pedih dialami oleh Rasulullah dan para sahabat-Nya dalam
menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun hal itu tidak sedikit pun
membuat mereka gentar dan takut, karena mereka percaya dengan janji
Allah yang begitu manis dan indah.
Dakwah, sedari dulu, memang bukan hal yang mudah dan pasti akan
mengalami banyak hambatan dan cobaan. Hambatan, rintangan, dan
perlawanan tentu akan datang dari mereka yang tidak menyukai melihat
Islam berjaya. Hambatan dan rintangan yang berat ini bukan tidak mungkin
akan menyurutkan langkah kita dalam berdakwah, namun Rasulullah
mengajarkan kepada kita untuk tetap bersikap berani dan pantang menyerah
dalam menyampaikan kebaikan (QS. Al-Ahzaab [33]: 39).
Allah begitu mencintai siapa pun yang mengutarakan kebenaran dari
ajaran-Nya, seperti yang Allah sampaikan dalam surat Al-Maidah [5]: 54.
Jaminan mendapatkan surga pun telah dijanjikan-Nya bagi siapa pun yang
berdakwah di jalan-Nya. Dakwah memanglah tidak mudah, maka dakwah harus
dilakukan semata untuk mendapatkan Ridha-Nya agar kita tidak dengan
mudah berhenti dan keluar dari barisan dakwah yang begitu mulia ini.
7. Tidak meminta-minta
Meminta-minta adalah perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan sikap
dan jiwa dari seorang muslim yang baik. Meminta-minta adalah haram
hukumnya dalam Islam, karena Islam mengajarkan setiap umatnya untuk
senantiasa berusaha dan berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Hidup memanglah tidak mudah dan membutuhkan perjuangan yang besar untuk
dapat tetap bertahan, oleh karena itu Islam mengharamkan hal ini dan
mendidik setiap umatnya agar dapat menjadi manusia yang tangguh dan
tidak bermental “peminta-minta”.
Meminta-minta diperbolehkan jika untuk keperluan yang berkenaan dengan
keperluan dan kepentingan umum umat Islam, seperti untuk pembangunan
sarana peribadatan, pendidikan bantuan untuk fakir-miskin dan anak-anak
yatim. Namun, semua hal tersebut pun harus dilakukan sesuai dengan
prosedural yang berlaku, tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan
tanpa aturan.
Mental seorang muslim adalah mental seorang muslim yang tangguh dan
tidak mudah menyerah serta rela berjuang keras untuk mendapatkan dan
mencapai impiannya, bukan dari meminta-minta dan sekedar berpangku
tangan.
Demikian lah ke tujuh wasiat Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar
Al-Ghifari, semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat, agar di hari
akhir dan di akhirat kelak, kita termasuk hamba-Nya yang mendapatkan
syafaat dari Rasulullah SAW. Amin ya Rabbal Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar