Senin, 22 Oktober 2012

7 Wasiat Rasulullah Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

Sebelum kepergiannya, Rasulullah telah meninggalkan begitu banyak suri tauladan yang baik yang dapat kita jadikan pedoman hidup agar dapat menjadi seorang muslim yang kaffah dan seutuhnya. Salah satunya adalah ketujuh pesan beliau kepada salah seorang sahabat, Abu Dzar Al-Ghifari. Ketujuh wasiat tersebut adalah:

1. Mencintai orang miskin
Beliau memerintahkan kita seluruh umat Islam agar senantiasa untuk mencintai orang miskin. Orang-orang miskin yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang hidupnya tidak berkecukupan dan tidak mempunyai harta untuk mencukupi kehidupannya, dan mereka tidak mau meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Wasiat ini berlaku umum untuk seluruh umat Islam. Yang dimaksud dengan mencintai adalah lebih kepada sikap dan perlakuan kita terhadap orang-orang miskin. Kita dituntut untuk berlaku tawadhu, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta turut bersabar bersama mereka. Menolong dan berbagi dengan mereka, adalah salah satu bukti paling nyata dan kongkret dari rasa cinta kita terhadap orang miskin. Berbagi dan menolong terhadap sesama tentu saja akan mendatangkan Ridha-Nya dan kasih sayang-Nya, seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
“Barangsiapa menghilangkan kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang-orang yang dililit utang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan di akhirat.”
Dalam suatu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan pada satu hari bahwa salah seorang dari kaum Muhajirin yang miskin menceritakan kepada Rasulullah, betapa beruntungnya mereka yang memiliki kekayaan harta, karena dapat beribadah dan beramal lebih banyak melalui harta mereka. Mendengar hal itu, Rasulullah pun bersabda: “Wahai orang-orang yang miskin, aku akan memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin yang miskin akan lebih dahulu masuk surga daripada orang mukmin yang kaya, dengan tenggang waktu setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun. Bukankah Allah berfirman: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”.
Lalu, bagaimana bisa seorang yang miskin akan lebih dahulu masuk surga? Padahal bisa dibilang orang yang memiliki hartalah yang lebih banyak beramal dan bersedekah. Rasulullah pun menjawab, orang-orang yang memiliki harta akan menyusul orang-orang miskin untuk memasuki surga, karena mereka harus melalui proses pertanggungjawaban dan perhitungan dari harta-harta yang mereka miliki dan mereka pakai selama mereka hidup di dunia ini. Maka, sungguh begitu banyak ladang amal yang telah Allah sediakan di muka bumi ini, salah satunya yaitu mengasihi dan menyayangi orang-orang miskin.

2. Melihat pada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan
Jauh dari syukur, itulah sifat dasar dari manusia, oleh karena itu Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan, agar kita senantiasa berterimakasih dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu” (HR. Bukhari)
Namun, dalam hal beribadah justru sebaliknya, kita dianjurkan untuk melihat kepada mereka yang berada di atas kita, mereka yang ibadah dan akhlaknya lebih baik dari kita. Mengapa demikian? Hal ini akan memotivasi kita dan membuat kita senantiasa untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan meraih Ridha-Nya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Dan untuk yang demikian itu, hendaknya orang berlomba-lomba” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 26)

3. Menyambung silaturahim
Silaturahim adalah ibadah yang mulia dan memberikan banyak berkah bagi siapa pun yang melakukannya. Silaturahim merupakan fitrah dan kebutuhan manusia. Silaturahim merupakan salah satu ibadah yang paling dianjurkan dan diwajibkan dalam Islam. Seperti peringatan dan ancaman-Nya dalam firman “Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka, dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47]: 22-23)
Maka, di zaman modern yang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi, rasanya tidak ada lagi alasan untuk tidak menyambung silaturahim kepada sesama saudara. Karena, menyambung tali silaturahim memiliki banyak manfaat, rahmat dan kebaikan dari Allah senantiasa tercurah kepada mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahim, silaturahim juga merupakan sebab pentingnya seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api neraka. Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya, Allah SWT.

4. Memperbanyak ucapan “La Haula Walaa Quwwata Illa Billah”
La haula walaa quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali dari pertolongan Allah), sebuah kalimat yang mengingatkan kita bahwa sudah semestinya sebagai hamba yang lemah kita senantiasa dan meyakini bahwa segala sesuatu yang kita lakukan terjadi karena kehendak dan kuasa-Nya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik yang besar maupun kecil, semuanya terjadi karena kehendak-Nya, maka tidaklah pantas kita sebagai manusia merasa sombong dan takabur. Kalimat ini juga mengingatkan kita bahwa hanya Allah lah satu-satunya tempat kembali dan meminta, tiada daya dan kekuatan yang dapat menandingi atau menyamai kekuatan serta kehendak-Nya.

5. Berani berkata benar meskipun pahit
Berkata benar, terkadang memang terasa sulit, terlebih jika kebenaran tersebut adalah kebenaran yang terasa pahit untuk diucapkan dan disampaikan. Berbagai alasan pun melatarbelakangi hal ini, mulai dari rasa sungkan, atau rasa segan karena yang sedang kita hadapi adalah orang yang memiliki derajat atau kedudukan lebih tinggi. Hal ini, tentu saja bertentangan dengan apa yang Rasulullah sabdakan: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (benar) kepada penguasa yang zhalim”.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menyampaikan kebenaran kepada atasan, pemimpin atau penguasa yang bathil. Cara yang dilakukan secara perlahan dan baik-baik tentu akan lebih “ampuh” dibandingkan dengan cara kekerasan dan “kengototan” kita dalam menyampaikan kebenaran. Penyampaian secara persuasif akan jauh lebih efektif, karena Islam memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan nasihat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah menjalankan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya”.

6. Tidak takut celaan ketika berdakwah di jalan Allah
Berbagai cobaan dan siksaan yang menimpa Rasulullah ketika berdakwah tentu tidak diragukan lagi kebenarannya. Cobaan dan siksaan yang begitu perih dan pedih dialami oleh Rasulullah dan para sahabat-Nya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun hal itu tidak sedikit pun membuat mereka gentar dan takut, karena mereka percaya dengan janji Allah yang begitu manis dan indah.
Dakwah, sedari dulu, memang bukan hal yang mudah dan pasti akan mengalami banyak hambatan dan cobaan. Hambatan, rintangan, dan perlawanan tentu akan datang dari mereka yang tidak menyukai melihat Islam berjaya. Hambatan dan rintangan yang berat ini bukan tidak mungkin akan menyurutkan langkah kita dalam berdakwah, namun Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tetap bersikap berani dan pantang menyerah dalam menyampaikan kebaikan (QS. Al-Ahzaab [33]: 39).
Allah begitu mencintai siapa pun yang mengutarakan kebenaran dari ajaran-Nya, seperti yang Allah sampaikan dalam surat Al-Maidah [5]: 54. Jaminan mendapatkan surga pun telah dijanjikan-Nya bagi siapa pun yang berdakwah di jalan-Nya. Dakwah memanglah tidak mudah, maka dakwah harus dilakukan semata untuk mendapatkan Ridha-Nya agar kita tidak dengan mudah berhenti dan keluar dari barisan dakwah yang begitu mulia ini.

7. Tidak meminta-minta
Meminta-minta adalah perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan sikap dan jiwa dari seorang muslim yang baik. Meminta-minta adalah haram hukumnya dalam Islam, karena Islam mengajarkan setiap umatnya untuk senantiasa berusaha dan berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup memanglah tidak mudah dan membutuhkan perjuangan yang besar untuk dapat tetap bertahan, oleh karena itu Islam mengharamkan hal ini dan mendidik setiap umatnya agar dapat menjadi manusia yang tangguh dan tidak bermental “peminta-minta”.
Meminta-minta diperbolehkan jika untuk keperluan yang berkenaan dengan keperluan dan kepentingan umum umat Islam, seperti untuk pembangunan sarana peribadatan, pendidikan bantuan untuk fakir-miskin dan anak-anak yatim. Namun, semua hal tersebut pun harus dilakukan sesuai dengan prosedural yang berlaku, tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan tanpa aturan.
Mental seorang muslim adalah mental seorang muslim yang tangguh dan tidak mudah menyerah serta rela berjuang keras untuk mendapatkan dan mencapai impiannya, bukan dari meminta-minta dan sekedar berpangku tangan.
Demikian lah ke tujuh wasiat Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar Al-Ghifari, semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat, agar di hari akhir dan di akhirat kelak, kita termasuk hamba-Nya yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW. Amin ya Rabbal Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar